Selasa, 14 Desember 2010

Berpendidikan Tinggi Berpeluang Jadi Penganggur




Tingkat pengangguran terbuka (TPT) berpendidikan tinggi jauh lebih besar dibanding dengan yang berpendidikan rendah.

Berdasarkan data survei angkatan kerja (sakernas) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari lalu, jumlah TPT berpendidikan terendah adalah Sekolah Dasar (SD) tercatat sebesar 3,71%.

Namun, angka TPT tersebut jauh lebih kecil bila dibanding pendidikan tertinggi yaitu Universitas, yang tercatat sebesar 14,24%.

Menurut Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagaakerjaan BPS Wendy Hartanto, fenomena tersebut membuktikan bahwa pendidikan rendah lebih mudah bekerja dibanding pendidikan yang lebih tinggi karena mereka cenderung lebih memilih-milih pekerjaan.

"Yang berpendidikan SD itu gampang sekali mencari kerja, contohnya dia mau jadi apa saja, seperti jadi tukang pikul di pasar. Kalau yang pendidikan tinggi banyak sekali yang nganggur karena mereka cenderung pilih-pilih mana yang cocok," ujarnya dalam Workshop Wartawan 2010 di Bandung.

Kendati demikian, lanjutnya, pekerjaan bagi masyarakat berpendidikan rendah tidak mampu menghasilkan pendapatan yang layak. Mereka dikatakan bekerja apabila telah melakukan suatu pekerjaan dan mendapatkan penghasilan setidaknya selama tujuh jam dalam seminggu secara berturut-turut.

Ia melanjutkan, fenomena meningkatnya pendidikan masyarakat ini terutama di pedesaan ternyata menjadi suatu permasalahan baru dalam menciptakan pengangguran. "Meningkatnya pendidikan masyarakat di pedesaan itu menjadi problem lapangan kerja di pertanian, karena tidak terisi. Jadi biaya pertanian semakin tinggi," ungkapnya.

Dengan semakin banyaknya pengangguran yang berpendidikan tinggi, lanjutnya, sudah semestinya menjadi tugas pemerintah untuk bisa memaksimalkan sumber daya manusia (SDM) yang tersedia dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih luas, tentunya dengan dibantu juga oleh pihak swasta.

Selain itu, ia berharap perguruan tinggi lebih mampu membaca peluang kerja yang ada sehingga mampu mempersiapkan lulusan yang siap bekerja.

Ia mengungkapkan, banyak orang berpendidikan tinggi yang sudah bekerja namun tidak sesuai dengan klasifikasi semestiny sehingga menimbulkan kekawatiran beruap kondisi over qualified, yaitu seorang berpendidikan universitas rela melakukan pekerjaan untuk level SMA demi bekerja.

"Ya contohnya seperti pekerjaan teller bank. Banyak yang pendidikannya sarjana, tapi sebenarnya kerjanya level SMA, jadinya over qualified," pungkasnya. [hid]

Sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6218958

Tidak ada komentar:

Posting Komentar